Para ilmuwan telah menciptakan metode fotosintesis buatan untuk menumbuhkan tanaman tanpa sinar Matahari. Temuan ini, memungkinkan manusia menanam bahan makanan baru di Bumi dan mungkin suatu hari nanti di Mars.
Selama jutaan tahun evolusi, fotosintesis telah berkembang sebagai cara untuk tanaman mengubah air, karbon dioksida, dan energi dari sinar matahari menjadi biomassa tanaman dan makanan yang kita makan. Dan kini metode baru diciptakan.
Disadur dari The Independent, Rabu (29/6/2022), para peneliti termasuk dari University of California, Riverside di AS, mengatakan proses alami ini tidak efisien dengan hanya sekitar 1 persen dari energi yang dipancarkan sinar Matahari.
Kini, mereka punya cara memproduksi tanaman seperti kacang tunggak, tomat, tembakau, beras, kanola dan kacang hijau yang memanfaatkan karbon dari asetat ketika dibudidayakan dalam gelap atau tanpa sinar Matahari.
“Bayangkan suatu hari nanti pesawat raksasa menanam tanaman tomat dalam kegelapan dan di Mars. Sebuah kemudahan bagi orang Mars di masa depan,” kata Martha Orozco-Cárdenas, direktur UC Riverside Plant Transformation Research Center.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Food minggu lalu mengungkapkan, bagaimana para ilmuwan menemukan cara untuk membuat makanan yang tidak bergantung pada sinar Matahari menggunakan fotosintesis buatan.
Para peneliti menggunakan proses kimia dua langkah untuk mengubah karbon dioksida, listrik, dan air menjadi asetat yang merupakan suatu bentuk komponen utama cuka. Organisme penghasil makanan kemudian mengkonsumsi asetat untuk tumbuh dalam gelap.
Menggunakan panel surya untuk menghasilkan listrik untuk menggerakkan reaksi kimia, para ilmuwan mengatakan sistem itu dapat meningkatkan efisiensi konversi sinar Matahari menjadi makanan dan membuatnya hingga 18 kali lebih efisien untuk beberapa makanan.
Mereka menggunakan elektroliser atau perangkat yang menggunakan listrik untuk mengubah bahan mentah seperti karbon dioksida menjadi molekul dan produk yang berguna.
Lalu, mereka mengoptimalkan keluaran elektroliser untuk mendukung pertumbuhan organisme penghasil makanan dan mengintegrasikan semua komponen sistem secara bersama-sama.
Dengan sistem baru, para peneliti dapat meningkatkan jumlah asetat sambil mengurangi jumlah garam, yang mengarah ke tingkat asetat tertinggi yang pernah diproduksi dalam elektroliser hingga saat ini.
"Dengan pendekatan kami, kami berusaha mengidentifikasi cara baru untuk memproduksi makanan yang dapat menembus batas yang biasanya ditentukan oleh fotosintesis biologis,” kata penulis koresponden studi, Robert Jinkerson dari UC Riverside.
“Menggunakan pengaturan elektrolisis CO2 tandem dua langkah canggih yang dikembangkan di laboratorium kami, kami dapat mencapai selektivitas tinggi terhadap asetat yang tidak dapat diakses melalui rute elektrolisis CO2 konvensional,” ujar peneliti lain, Feng Jiao.
Berbagai organisme penghasil makanan, termasuk ganggang hijau, ragi dan, miselium jamur yang menghasilkan jamur dapat tumbuh dalam gelap langsung pada keluaran elektroliser yang kaya asetat.
Para peneliti mengatakan, produksi ganggang menggunakan teknologi ini sekitar empat kali lebih hemat energi daripada menumbuhkannya secara konvensional menggunakan fotosintesis alami, dan produksi ragi hampir 18 kali lebih efisien daripada cara budidaya biasanya.
"Kami mampu menumbuhkan organisme penghasil makanan tanpa kontribusi apa pun dari fotosintesis biologis. Biasanya, organisme ini dibudidayakan pada gula yang berasal dari tanaman atau input yang berasal dari minyak bumi" ungkap Elizabeth Hann, penulis utama studi tersebut.
“Teknologi ini merupakan metode yang lebih efisien untuk mengubah energi matahari menjadi makanan, dibandingkan dengan produksi makanan yang mengandalkan fotosintesis biologis,” tambahnya.
Para peneliti mengutarakan, berbagai tanaman dapat mengambil asetat yang dihasilkan dan membangunnya menjadi blok pembangun molekul utama yang dibutuhkan organisme untuk tumbuh dan berkembang.
Menggabungkan pendekatan ini dengan sistem yang ada untuk menghasilkan energi dari sinar Matahari, dapat meningkatkan efisiensi konversi energi Matahari menjadi makanan sekitar empat kali lipat dibanding tengan fotosintesis alami.
Menurut para ilmuwan, membebaskan ketergantungan tanaman pada Matahari dan menggunakan fotosintesis buatan dapat membuka pintu bagi produksi pangan dalam kondisi yang semakin sulit yang disebabkan oleh krisis iklim.
“Menggunakan pendekatan fotosintesis buatan untuk menghasilkan makanan bisa menjadi perubahan paradigma tentang cara kita memberi makan orang. Dengan meningkatkan efisiensi produksi pangan, lebih sedikit lahan yang dibutuhkan, mengurangi dampak pertanian terhadap lingkungan,” papar Dr Jinkerson.
“Dan untuk pertanian di lingkungan non-tradisional, seperti luar angkasa, peningkatan efisiensi energi dapat membantu memberi makan lebih banyak anggota kru dengan input yang lebih sedikit,” jelas dia.
https://techno.okezone.com/read/2022/06/28/56/2619975/ilmuwan-temukan-cara-tumbuhkan-tanaman-tanpa-sinar-matahari?page=2
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments